Baru-baru ini, Amerika Serikat resmi menaikkan tarif bea masuk hingga 32% untuk barang-barang asal Indonesia.
Sekilas, mungkin tampak seperti urusan antarpemerintah. Padahal kenyataannya, keputusan ini berdampak besar terhadap masa depan finansial para anak muda一terutama yang baru mulai berinvestasi dan merancang masa depan keuangannya.
Lalu, apa sih yang sebenarnya terjadi dalam perang dagang ini? Kenapa kita sebagai rakyat biasa perlu peduli? Bagaimana pula menyikapinya secara bijak?
Apa yang Terjadi Soal Kebijakan Perang Dagang Ini?
Sebagai negara tujuan ekspor utama Indonesia, kali ini Amerika Serikat mengambil langkah agresif. Tak lain dan tak bukan adalah menaikkan tarif impor terhadap berbagai produk Indonesia.
Mulai dari tekstil, produk elektronik, makanan olahan, hingga produk kayu dan furniture. Yap, semua barang-barang tersebut kini dikenakan bea masuk yang jauh lebih tinggi.
Tujuannya? Tentu saja untuk melindungi industri dalam negeri AS. Singkatnya, supaya industri dalam negeri AS juga memiliki kesempatan untuk bersaing lebih kompetitif melawan produk luar, termasuk dari Indonesia.
Bisa dibilang, kebijakan itu menjadi bentuk perlindungan yang justru berdampak pada negara berkembang seperti Indonesia.
Padahal, selama ini Indonesia menggantungkan sebagian besar devisa negara dari ekspor barang-barang tersebut ke pasar internasional, termasuk Amerika Serikat.
Apa Dampak untuk Industri di Indonesia?
Berhubung negara kita kerap melakukan ekspor ke Amerika Serikat, maka kebijakan yang satu ini mampu membawa berbagai konsekuensi ekonomi yang tidak bisa dihindari Indonesia.
Apa saja? Yuk, simak berikut ini!
1. Penurunan Ekspor
Kenaikan tarif bea masuk akan membuat produk Indonesia menjadi lebih mahal di pasar Amerika.
Alhasil, daya saing kita turun dan permintaan akan produk Indonesia berpotensi menurun tajam.
Jika berlangsung lama, para pelaku industri yang menggantungkan hidup pada pasar AS, bisa saja mulai mengurangi produksi.
Dampak paling mengerikan ya gulung tikar.
2. Peluang PHK dan Perlambatan Industri
Mayoritas industri yang melakukan ekspor ke Amerika Serikat adalah industri manufaktur dan tekstil.
Jika ekspor tersebut saja mulai dibatasi, maka tentu saja dua sektor industri ini bisa mengalami kerugian besar.
Ada kemungkinan perusahaan mulai merugi, sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran, terutama di sektor-sektor industri yang memang sangat bergantung pada ekspor.
3. Tekanan pada Nilai Tukar Rupiah
Penurunan ekspor jelas akan mengurangi masuknya devisa dari luar negeri.
Jadi, ketika dolar lebih banyak keluar daripada yang masuk, maka nilai tukar rupiah terhadap dolar bisa melemah.
Hal ini akan memperparah kondisi, karena barang-barang impor menjadi lebih mahal dan memicu inflasi.
Baca Juga: BEI Terapkan Aturan Baru Perdagangan Saham & Penanganan Krisis Pasar, Apa Saja yang Berubah?
Apa Dampaknya Bagi Investor Muda?
Untuk para generasi muda yang sedang giat-giatnya berinvestasi di pasar saham, reksa dana, atau bahkan baru belajar mengatur keuangan pribadi, kondisi global seperti ini adalah ujian nyata.
Ingat bahwa situasi dan kondisi keuangan domestik maupun global sangat berpengaruh pada investasi. Jadi, para investor muda pasti akan merasakan dampak-dampak sebagai berikut:
1. Portofolio Investasi Goyang
Investor muda yang punya saham di sektor ekspor seperti tekstil, kayu, atau logistik, akan langsung melihat dampaknya di portofolio mereka.
Saham-saham dari emiten tersebut berpotensi mengalami penurunan nilai karena terjadi penurunan juga pada pendapatan perusahaan.
2. Risiko Volatilitas Pasar
Perang dagang meningkatkan ketidakpastian. Investor asing bisa saja menarik dananya dari pasar modal Indonesia.
Hal ini menyebabkan IHSG berfluktuasi tajam. Khususnya para investor pemula yang tiba-tiba saja mendapati portofolionya goyang, pasti akan panik.
Wajar saja mereka panik karena memang belum terbiasa menghadapi volatilitas tinggi. Namun ada baiknya, panik tersebut sementara saja dan pikirkan secara logis terkait keputusan investasi selanjutnya.
3. NAB Reksa Dana Menurun
Reksa dana saham maupun campuran punya porsi besar di sektor yang terdampak pada aktivitas ekspor ini. Jadi, jenis investasi tersebut juga akan terpengaruh.
Nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana bisa menurun. Pada reksa dana pendapatan tetap yang berisi obligasi perusahaan swasta di sektor terdampak bahkan juga bisa ikut kena imbas.
Apa Dampak Bagi Rencana Keuangan Pribadi?
Dari kondisi makro yang sudah seperti itu, maka ada baiknya kamu mulai mengubah banyak aspek dalam perencanaan keuangan pribadi.
Harga Barang Naik
Jika nilai tukar melemah dan barang impor jadi mahal, maka biaya hidup bisa meningkat.
Mulai dari harga barang elektronik, gadget, bahan makanan impor, bahkan ongkos produksi dalam negeri yang masih bergantung bahan baku luar. Semuanya itu bisa naik.
Konsumsi Tertekan
Ketika semua harga barang naik, tapi pendapatan juga tidak ikut naik, maka daya beli masyarakat akan menurun.
Para generasi milenial maupun Gen-Z yang sedang menabung untuk menikah, beli rumah, atau pendidikan lanjutan mungkin harus menunda karena target tabungannya tidak lagi cukup dengan kenaikan biaya hidup.
Rencana Jangka Panjang Jadi Tidak Relevan
Rencana keuangan yang dibuat berdasarkan kondisi stabil bisa jadi tidak relevan begitu saja ketika ekonomi global ini terguncang.
Anggap saja kamu sudah merencanakan keuangan dengan target investasi selama 5 tahun. Pada 2 tahun pertama bisa saja tidak tercapai karena pasar bergerak negatif.
Baca Juga: Menyiapkan Dana Darurat dari Nol? Begini 6 Trik Jitunya!
Lalu, Apa yang Harus Dilakukan?
Eits tenang saja, dari kebijakan terbaru itu kamu tetap bisa mendapatkan kabar baik kok.
Yap, meskipun kamu tidak bisa mengontrol kebijakan negara besar seperti Amerika Serikat, tetapi kamu tetap bisa mengontrol bagaimana merespons atas kondisi ini.
Jadi, persiapkan diri dan cermati beberapa langkah yang bisa kamu ambil ini:
1. Review dan Diversifikasi Portofolio
Jika saat ini kamu hanya investasi di satu jenis aset (misalnya saham), cobalah mulai melakukan strategi diversifikasi portofolio.
Jadi, kamu bisa menggabungkan jenis aset saham tadi dengan:
- Reksadana pasar uang
- Surat Berharga Negara (SBN)
- Emas
- Deposito atau instrumen dengan risiko rendah
Diversifikasi membantu mengurangi risiko jika satu aset terkena dampak langsung dari perang dagang.
2. Perkuat Dana Darurat
Situasi ekonomi yang tidak pasti jelas bisa berdampak ke pekerjaan. Maka dari itu, kamu harus memiliki dana darurat minimal dengan kisaran:
- 3 bulan pengeluaran rutin一jika kamu masih berstatus single
- 6 bulan pengeluaran rutin一jika kamu sudah berkeluarga
Dana darurat jangan sampai kamu sepelekan supaya kamu juga tidak terpaksa mencairkan investasi saat pasar sedang turun.
3. Revisi Tujuan Keuangan
Sesuaikan kembali target keuangan kamu dengan kondisi terkini.
Memang hal ini akan memakan waktu lama karena secara tidak langsung mengorban beberapa rencana.
Hembuskan nafas panjang. Kamu harus hadapi itu semua dengan memperpanjang waktu menabung, menyesuaikan target investasi, atau menyederhanakan tujuan-tujuan besar.
Tujuan-tujuan itu tetap akan terwujud, hanya saja butuh waktu lebih lama. Tidak apa-apa. Pelan-pelan saja.
4. Tingkatkan Literasi Ekonomi
Sayangnya, kamu tidak bisa lagi bersikap masa bodoh terhadap isu global. Perlahan, pahami bagaimana peristiwa global yang terjadi.
Misalnya seperti perang dagang, kenaikan suku bunga, atau perubahan nilai tukar memengaruhi keuangan pribadi dan investasi.
5. Tetap Konsisten dan Jangan Panik
Pasar memang akan naik turun, tetapi yang penting adalah konsistensi.
Jangan panik dan langsung buru-buru menjual investasi hanya karena pasar merah kebakaran. Daripada panik, gunakan momen ini untuk belajar dan memperbaiki strategi yang ada.
Baca Juga: Diversifikasi Portofolio - Strategi Cerdas Mengurangi Risiko Investasi, Berikut Konsepnya!
Investasi Mudah di Tengah Ujian Perang Dagang ini!
Dunia akan selalu berubah. Kadang berubah cepat dan tidak terduga. Pun dengan kebijakan perang dagang ini.
Nah, generasi yang kuat bukan yang selalu menang, melainkan yang bisa beradaptasi, belajar dari tantangan, dan tetap bergerak ke depan.
Perang dagang antara Amerika Serikat dan Indonesia menjadi ujian nyata bagi stabilitas ekonomi negara dan juga ketahanan keuangan pribadi kita.
Kamu sebagai investor muda, jangan berpikir bahwa hal tersebut menjadi akhir dari segalanya. Hal ini justru menjadi kesempatan untuk belajar, beradaptasi, dan menguatkan fondasi keuangan.
Kamu masih tetap bisa berinvestasi terutama di jenis aset yang stabil, saham misalnya. Pilih saja emiten yang paling sering terlihat kenaikan trafiknya seperti Bank Central Asia (BBCA), Bank Rakyat Indonesia (BBRI), dan lainnya.
Investasi tersebut dapat dengan mudah dilakukan lewat aplikasi saja. Yuk, download InvestasiKu dan tanamkan saham demi keuntungan di masa depan kelak.