Berdasarkan survey Katadata Insight Center (KIC), hanya 37% masyarakat Indonesia yang sudah memiliki dana darurat. Sementara menurut survey Chubb, 83% dari responden sudah tahu akan keberadaan dana darurat.
Sisanya, ada kemungkinan mereka masih bingung akan alokasi dana darurat. Secara umum, dana darurat dapat ditabung secara tunai saja.
Namun ternyata, dana darurat bisa diinvestasikan pada berbagai instrumen investasi jangka panjang. Simak apa saja opsi cara menyimpan dana darurat di era digital saat ini!
6 Opsi Alokasi Dana Darurat
Sebelumnya, kamu harus paham dulu apa itu dana darurat.
Dana darurat adalah sejumlah uang yang sengaja disisihkan untuk digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat mendadak atau tidak terduga.
Hal-hal tidak terduga ini biasanya seperti sakit parah, kecelakaan, gajian terlambat, terkena PHK, atau bahkan pandemi, yang pastinya membutuhkan biaya tidak sedikit.
Kisaran jumlah dana darurat setidaknya harus mampu memenuhi kebutuhan operasional selama 3-6 bulan.
Sayangnya, apabila hanya ditabung secara tunai saja, akan ada peluang untuk mengambil dana darurat tersebut sekalipun sedang tidak ‘darurat’.
Alternatifnya adalah dengan mengalokasikan dana darurat pada produk investasi yang justru malah menambah keuntungan.
Namun perlu dipahami, bahwa untuk mengalokasikan dana darurat pada produk investasi harus memikirkan profil risiko masing-masing. Jika kamu adalah pribadi yang masih takut atau tidak berani menghadapi risiko investasi, maka bisa mengalokasikan sebagian saja dari dana darurat tersebut ke produk investasi.
Sementara apabila kamu adalah pribadi yang berani akan risiko, maka bisa mengalokasikan seluruh dana darurat ke produk investasi. Semua itu bergantung pada profil risiko masing-masing.
1. Deposito
Deposito adalah bentuk produk simpanan yang sering menjadi alternatif ideal dalam mengalokasikan dana darurat. Dikatakan ideal karena besaran suku bunga lebih tinggi daripada tabungan biasa.
Jadi, dalam waktu tertentu maka dana darurat tersebut dapat membuah return (imbal hasil). Lagipula, deposito juga sering menjadi opsi untuk menyimpan dana pensiun.
Jika kamu adalah individu dengan profil risiko yang konservatif alias cenderung menghindari risiko besar, maka pilih saja deposito ini. Apalagi, deposito juga dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), sehingga dana daruratmu akan terjamin keamanannya.
Kekurangannya adalah deposito ini tidak bisa dicairkan sewaktu-waktu sebelum tenggat waktunya. Selain itu, untuk membuka deposito setidaknya membutuhkan minimal biaya Rp8 juta.
Maka dari itu, apabila kamu ingin menyimpan dana darurat pada deposito, tabungkan uang tunai hingga senilai Rp8 juta terlebih dahulu.
Misalnya, kamu memiliki pendapatan bulanan sebesar Rp7 juta. Dengan hitungan 20%, maka setidaknya setiap bulan kamu harus menyisihkan Rp1.400.000.
Supaya bisa dialokasikan pada deposito, maka dana darurat harus terkumpul selama 6 bulan dahulu agar mampu mencapai Rp8 juta.
2. Reksa Dana Pasar Uang
Ada banyak jenis reksa dana yang bisa menjadi wadah alokasi dana darurat, salah satunya reksa dana pasar uang.
Kelebihannya adalah instrumen investasi ini terdapat Manajer Investasi yang mengelola secara cermat. Alhasil, kamu tidak perlu repot dan tingkat return pun lebih tinggi daripada deposito.
Alasan utama mengapa reksadana pasar uang cocok bagi masyarakat kalangan ke bawah maupun menengah adalah karena risikonya pun rendah.
Jenis reksa dana ini bahkan mudah dalam proses pencairannya, sehingga cocok sebagai alokasi dana darurat yang mana memang dibutuhkan saat situasi tidak terduga.
Pada tahun 2021 silam, return terbaik dan tertinggi pada reksa dana pasar uang berada dalam persentase 6%.
Artinya, return dari reksa dana jenis ini bahkan melebihi tingkat suku bunga deposito yang hanya 2-3% saja.
Baca Juga: Pentingnya Literasi Keuangan Buat Milenial dan Gen-Z
3. Emas
Emas sudah lama menjadi instrumen investasi sekaligus alternatif menyimpan dana darurat. Memang harga emas itu naik turun—sama seperti saham, tetapi tidak begitu anjlok.
Jika kamu ingin mengalokasikan dana darurat pada bentuk emas, justru akan lebih aman. Ditambah lagi, kenaikan harga emas mencapai 5%-10% per tahun.
Sepanjang tahun 2013 sampai 2022 saja, pergerakan harga emas melonjak naik secara drastis.
Namun perlu dipahami bahwa emas cenderung cocok sebagai alokasi dana darurat jangka panjang. Jadi, kamu juga harus punya alokasi dana darurat lain dengan jangka pendek supaya mudah dicairkan sewaktu-waktu.
4. Saham
Sejak pandemi Covid-19 silam, sebagian besar masyarakat Indonesia sudah menyadari bahwa saham dapat dialokasikan sebagai dana darurat, terutama saham dari emiten dengan kinerja baik.
Pada tahun 2021 silam saja, terjadi lonjakan investor saham sebesar 76%.
Jika profil risikomu adalah konservatif alias tidak mau menanggung kerugian besar maupun kecil, maka lebih baik menempatkan dana darurat pada saham blue chip.
Saham blue chip adalah saham yang dimiliki oleh emiten ternama dengan harga yang cenderung stabil.
Contoh saham blue chip adalah BBCA, TLKM, UNVR, ASII, ADRO, dan lainnya.
Misalnya pada saham TLKM milik PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. dengan harga 2,610 (per 21 Januari 2025) kian melejit naik.
Memang pada tahun 2020 kemarin, harganya turun karena pandemi Covid-19. Namun pada tahun 2021, justru naik kembali hingga 22,7%. Saham TLKM ini juga senantiasa membagikan dividen secara rutin kepada para investornya.
Baca Juga: Investasi Emas Antam, Emang Beneran Cuan?
5. Obligasi
Obligasi yang merupakan surat utang ternyata dapat dialokasikan sebagai dana darurat. Untuk meminimalisir kerugian, kamu bisa memilih obligasi pemerintah yang berpeluang untung daripada obligasi swasta.
Obligasi turut menjadi pilihan utama atas fixed income karena mampu memberikan pembayaran dengan nilai tetap secara periodik.
Kekurangannya adalah obligasi ini memiliki jangka waktu yang panjang, sehingga tidak bisa sewaktu-waktu dicairkan.
Meski demikian, obligasi cocok sebagai alokasi dana darurat untuk kebutuhan pendidikan anak atau beli rumah.
Sama halnya dengan emas, kamu juga harus punya alokasi dana darurat lain dengan jangka pendek supaya mudah dicairkan sewaktu-waktu; alias jangan mengandalkan alokasi obligasi ini saja.
6. Tabungan Tunai
Cara “tradisional” untuk mengalokasikan dana darurat adalah dengan menabungnya secara tunai.
Kelebihannya adalah mudah diambil sewaktu-waktu tanpa ikatan tenggat waktu. Kekurangannya adalah bunga yang kecil.
Baca Juga: Menabung di Bank atau Investasi Saham Bank?
Mau Mengalokasikan Dana Darurat Pada Produk Investasi?
Nah, itulah cara menyimpan dana darurat yang wajib dipahami setiap orang supaya siap dalam menghadapi hal-hal darurat yang bakal terjadi kedepannya.
Saat ini, sudah ada banyak bentuk money market yang dapat kamu gunakan untuk mengalokasikan dana darurat. Selain aman, juga dapat menambah keuntungan, seperti saham, reksa dana, maupun obligasi.
Berhubung sekarang ini segalanya sudah serba canggih, maka kamu bisa membeli sekaligus memantau saham, reksa dana, maupun obligasi yang stabil hanya melalui aplikasi saja, salah satunya InvestasiKu.
Jangan khawatir sebab aplikasi ini telah berada di bawah pengawasan OJK sehingga aman dan terpercaya. Yuk, download InvestasiKu dan tanamkan saham demi masa depan yang lebih baik.
Sumber:
Shellyna, S., Putri, S. T., Yanty, Y., Marcelino, M., & Akbar, M. A. (2022). Perbandingan Kepentingan Antara Dana Darurat Dan Dana Pensiun Beserta Pengelolaannya. Equilibrium: Jurnal Penelitian Pendidikan dan Ekonomi, 19(02), 205-216.