Pada 18 Maret 2025 kemarin, seluruh investor panik karena IHSG anjlok bahkan sampai 6%. Semua trafik saham warnanya merah.
Pihak BEI juga memberikan “tanda darurat” dengan halt alias penghentian sementara setidaknya 30 menit supaya pasar modal ini tidak kebakaran terlalu lama.
FYI, keadaan halt ini hanya pernah terjadi selama empat kali ini. Saat krisis moneter 1998, krisis subprime mortgage 2008, covid 2020, dan pada pertengahan Maret 2025 ini.
Bagi awam, memandang IHSG mungkin sebagai trafik trading saham berwarna hijau dan merah yang selalu diawasi oleh para investor. Padahal sebenarnya, IHSG lebih dari itu.
IHSG alias Indeks Harga Saham Gabungan justru jadi tolok ukur paling cepat dan akurat untuk menilai apakah ekonomi sedang dalam kondisi baik atau tidak.
Jika IHSG saja kebakaran, itu berarti memang keadaan ekonomi negara ini sedang tidak baik-baik saja. Jangan denial. Akui saja bahwa memang perekonomian Indonesia tengah morat-marit.
Dalam artikel ini, akan membahas lebih mendalam bagaimana IHSG bisa menjadi cerminan kesehatan ekonomi makro!
IHSG: Indikator Real-Time Kesehatan Ekonomi
Ketika berbicara tentang ekonomi suatu negara, banyak indikator yang bisa digunakan untuk mengukur kesehatan ekonomi. Mulai dari Produk Domestik Bruto (PDB), inflasi, tingkat pengangguran, atau neraca perdagangan.
Namun, bagi pelaku pasar modal alias para investor justru menempatkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebagai salah satu tolok ukur paling cepat dan akurat untuk menilai apakah ekonomi negara sedang dalam kondisi baik atau tidak.
IHSG adalah indeks yang mencerminkan kinerja seluruh saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Indeks ini menggambarkan pergerakan harga saham dari berbagai sektor, mulai dari perbankan, manufaktur, tambang, infrastruktur, hingga teknologi.
Seperti yang tertulis sebelumnya, IHSG itu bukan hal sepele.
Bukan hanya sekadar angka yang naik turun di layar perdagangan saham, tetapi justru cerminan dari efektivitas kebijakan ekonomi dan politik pemerintah.
Jika ekonomi tumbuh stabil dan kebijakan yang diterapkan berhasil, maka tentu saja IHSG cenderung naik.
Sebaliknya, jika kebijakan gagal atau kondisi ekonomi memburuk, IHSG akan menunjukkan tanda-tanda pelemahan atau bahkan kebakaran.
Ketika ekonomi suatu negara itu tumbuh dengan baik, maka perusahaan-perusahaan juga akan mengalami peningkatan laba. Hal ini akan mendorong investor untuk membeli saham, sehingga harga saham naik dan IHSG pun ikut menguat.
Eits, sebaliknya, jika ekonomi sedang mengalami perlambatan atau krisis, investor akan cenderung menarik dananya dari pasar modal, yang menyebabkan IHSG turun.
3 Faktor Naik-Turunnya IHSG
Beberapa faktor utama yang sering dikaitkan dengan IHSG sebagai indikator ekonomi adalah:
1. Pertumbuhan Ekonomi
Jika ekonomi suatu negara meningkat, berarti aktivitas ekonomi juga akan berjalan lancar dan konsumsi tinggi. Hal ini berdampak positif pada kinerja emiten di pasar modal, sehingga IHSG naik.
Sebaliknya, jika pertumbuhan PDB melambat, IHSG sering mengalami tekanan karena investor beramai-ramai lari sebab khawatir turunnya laba perusahaan.
2. Inflasi dan Suku Bunga
Inflasi yang terkendali baik (tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah) menunjukkan daya beli masyarakat stabil dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Jika inflasi tinggi dan Bank Indonesia ikut menaikkan suku bunga, maka jelas saja IHSG cenderung melemah karena biaya modal meningkat dan daya beli menurun.
3. Kebijakan Pemerintah
Kebijakan ekonomi seperti stimulus fiskal, insentif pajak, atau bahkan program hilirisasi bisa meningkatkan kepercayaan pasar dan mendorong IHSG naik.
Sebaliknya, kebijakan yang kurang jelas atau terlalu ketat bisa menimbulkan ketidakpastian, sehingga membuat investor menarik dana dari pasar saham.
Efektivitas Kebijakan Pemerintah Tercermin di Pasar Modal
Apapun kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah pasti bertujuan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang stabil.
Namun, seberapa efektif kebijakan tersebut? Jawabannya bisa langsung kamu lihat dari reaksi pasar modal.
1. Kebijakan Moneter: Apakah Menenangkan Pasar?
Bank Indonesia (BI) berperan dalam menetapkan suku bunga dan kebijakan moneter, sehingga sangat berpengaruh terhadap IHSG.
Jika BI menurunkan suku bunga, maka biaya pinjaman menjadi lebih murah. Alhasil, bisnis bisa berkembang lebih cepat, konsumsi meningkat, dan investor menjadi lebih optimis, sehingga IHSG cenderung naik.
Sebaliknya, apabila BI menaikkan suku bunga, tentu saja kredit menjadi lebih mahal. Alhasil, aktivitas bisnis melambat, sehingga investor akan beramai-ramai menarik dananya dari saham ke aset yang lebih aman seperti obligasi atau deposito.
The worst ending, IHSG pun melemah.
Contoh saja pada tahun 2020 silam ketika pandemi COVID-19 melanda, BI menurunkan suku bunga secara agresif一sengaja untuk mendorong pemulihan ekonomi.
Dampaknya, IHSG pun sempat anjlok, tetapi perlahan bangkit kembali.
2. Kebijakan Fiskal: Stimulus vs. Defisit
Kebijakan fiskal yang dikeluarkan pemerintah, seperti pengeluaran belanja negara, insentif pajak, dan subsidi, juga mempengaruhi kepercayaan investor.
Jika pemerintah memberikan stimulus ekonomi seperti bantuan sosial atau insentif pajak untuk industri tertentu, maka konsumsi masyarakat dan daya saing bisnis jelas akan meningkat.
Dampaknya, IHSG akan naik karena prospek pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.
Namun, jika kebijakan fiskal tidak efektif dan bahkan terjadi defisit anggaran yang sampai membengkak, investor bisa kehilangan kepercayaan terhadap stabilitas ekonomi. Alhasil, mereka kompak beramai-ramai lari sehingga IHSG melemah dan bahkan kebakaran.
Ambil contoh saat kebijakan hilirisasi nikel yang dijalankan pemerintah ternyata mampu membawa dampak positif terutama bagi sektor pertambangan di bursa saham.
Saham-saham nikel seperti ANTM, INCO, dan TINS melonjak karena kebijakan ini dianggap menguntungkan industri dalam negeri.
Dampak Faktor Politik: Pasar Modal Tidak Suka Ketidakpastian!
IHSG sangat sensitif terhadap kondisi politik, baik dalam negeri maupun global. Ingat, pasar modal menyukai stabilitas dan kepastian.
Jadi, saat terjadi ketidakpastian politik, investor cenderung menunda investasinya atau bahkan menarik dananya dari pasar saham.
Faktor politik biasanya meliputi agenda politik hingga ketidakpastian hukum di negara.
1. Pemilu & Pergantian Pemerintahan
Setiap menjelang pemilu, IHSG sering mengalami fluktuasi tinggi. Hal itu karena para investor menunggu kepastian kebijakan ekonomi dari calon pemimpin yang terpilih.
Jika hasil pemilu menunjukkan stabilitas dan kesinambungan kebijakan, maka tentu saja IHSG cenderung naik.
Sebaliknya, jika pemilu berujung pada ketidakpastian atau bahkan protes politik besar-besaran, pasar modal bisa terguncang.
2. Konflik Geopolitik (Perang Dagang, Perang Fisik)
Kondisi geopolitik secara global turut berpengaruh pada IHSG negara ini.
Contohnya, ketika terjadi perang dagang antara AS dan China pada 2018-2019, IHSG mengalami tekanan. Hal itu karena investor global menjadi lebih berhati-hati untuk berinvestasi, terutama di pasar negara berkembang.
3. Ketidakpastian Hukum & Regulasi
Jika kebijakan ekonomi dan regulasi berubah-ubah, investor jelas saja akan ragu untuk menanamkan modalnya, apalagi dalam jangka panjang.
Misalnya, kebijakan terkait pajak digital atau revisi aturan investasi asing yang tidak konsisten. Hal-hal seperti itu mampu menyebabkan investor berpikir dua kali sebelum masuk ke pasar saham Indonesia.
Jadi, IHSG Memang Barometer Kepercayaan Pasar
Jadi, IHSG bukan hanya indikator pergerakan harga saham, tetapi juga alat ukur yang menggambarkan kondisi ekonomi dan efektivitas kebijakan pemerintah.
Jika IHSG naik dalam jangka panjang, itu menunjukkan bahwa investor percaya terhadap kebijakan ekonomi yang diterapkan.
Sebaliknya, jika IHSG terus melemah, bisa jadi ada yang salah dalam strategi ekonomi atau ada faktor eksternal yang menekan pasar.
Bagi investor, IHSG adalah panduan untuk memahami bagaimana kebijakan ekonomi mempengaruhi pasar.
Bagi pemerintah, IHSG adalah cerminan kepercayaan publik terutama investor terhadap kebijakan terkait.
Jadi, apabila ingin melihat ke mana arah ekonomi Indonesia, perhatikan saja pergerakan IHSG!